Sad Dharma merupakan enam dharma atau kewajiban umat Hindu yang terdiri dari :
- Dharma Wacana, ceramah agama.
- Dharma Tula, tanya jawab agama.
- Dharma Gita, nyanyian agama.
- Dharma Sadhana, merealisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
- Dharma Santi, pertemuan untuk saling memaafkan kesalahan masing-masing serta berjanji untuk tidak membuat kesalahan lagi dikemudian hari.
- Dharma Yatra (bepergian/perjalanan agama).
Dalam ajaran
Hindu strategi pembinaan umat oleh PHDI, dilakukan dengan menerapkan yang
namanya Sad Dharma yaitu, yaitu enam strategi atau cara dalam meningkatkan sraddha (iman) dan bhakti (taqwa) kepada masyaraka Hindu, yang meliputi: Dharma Wacana
(kotbah), Dharma Tula (Diskusi Agama), Dharma Gita (Zikir), Dharma Sadhana
(Pengabdian yang tulus), Dharma Yatra (mengunjungi tempat Suci) dan Dharma
Santhi (Saling memaafkan). Bagian Sad Dharma ini pula yang dikembangkan oleh para
tokoh umat terlebih dalam melaksanakan penyiaran Agama. Penyiaran Agama
khususnya di Bangka Belitung telah pula dilakukan. Adapun bagian Sad Dharma
yang dikembangkan dalam bentuk penyiaran tersebut diuraikan di bawah ini dalam
mewujudkan harmoni kehidupan yaitu:
1.
Dharma Wacana
Istilah
Dharma Wacana dalam bahasa kesehariannya adalah ceramah atau kutnah, dimaksudkan
sebagai metode penyiaran Agama Hindu yang diberikan secara umum kepada umat
Hindu sesuai dengan sifat, tema, bentuk jenis kegiatan keagamaan berasarkan desa
(tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan). Dharma Wacana bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan untuk penghayatan dan pengamalan kedalam rohani umat
serta mutu bhaktinya kepada Agama, masyarakat, bangsa dan negara dalam rangka
peningkatan dharma agama dan dharma Negara. Materi Dharma Wacana disampaikan
pada setiap kesempatan yang ada, pada dasarnya meliputi semua aspek ajaran
agama Hindu yang dikaitkan dengan kehidupan. Dalam hal ini dapat
diklasifikasikan ke dalam Sruti, Smerti, Purana, Itihasa dan Sang Sistha.
Penyampaian materi disesuaikan dengan jenis kegiatan seperti kegiatan persembahyangan
bersama hari purnama dan tilem, resepsi perkawinan, kegiatan pertemuan arisan
dan sejenisnya dengan mengungkap beberapa sloka/ayat kitab suci yang relevan
dengan thema dan jenis kegiatan itu.
Metode
penyiaran ini paling banyak dilakukan, disamping untuk kepentingan internal
dalam meningkatkan sraddha dan bhakti umat Hindu, juga secara ekstrnal adalah untuk
saling memahami tentang agama lain, sehingga tumbuh sikap toleransi dan
terwujudnya kehidupan harmoni sesama umat. Kenyataan selama ini yang sering
terjadi bahwasannya sifat exslusif ada dalam diri, yang hanya melihat kebenaran
ada pada diri sendiri, dan tidak ada pada orang lain, demikian juga tentang
keyakinan yang dianut, terkadang kita hanya mengatakan bahwa keyakinan kita
yang paling baik dan paling benar, keyakinan orang lain itu salah atau keliru,
sehingga sering terjadi pelecehan dan penistaan agama orang lain, baik yang
secara sengaja maupun dilakukan secara halus. Kalau hal tersebut dilakukan
tentu kehidupan harmoni tidak akan terjadi antar umat beragama. Hal ini
tentulah sangat keliru, karena semua agama bersumber darin-Nya, goal sama, akan
tetapi hanya kemasannya yang berbeda.
Di
Provinsi Kep. Bangka Belitung, majelis tertinggi Agama Hindu, telah melakukan
kegiatan penyiaran ini, baik melalui TVRI Bangka, maupun TAM TV,
disamping melaksanakan pembinaan secara door
to door kepada lapisan umat Hindu yang ada di wilayah Kep. Bangka Belitung.
2.
Dharmagita
Dharma Gita
artinya metode penyiaran dalam bentuk nyanyian keagamaan, secara tradisional
telah dilaksanakan di Sulawesi Tenggara, bahkan pernah menjadi event kegiatan
ini yaitu Utsawa Dharmagita X Tingkat Nasional tahun 2008. Kegiatan ini bagi masyarakat
etnis Bali disebut makidung, makakawin,
magaguritan, atau mamutru. Dalam
usaha untuk mempelajari kitab-kitab suci seperti Veda, pembacaan-pembacaan Veda
dapat dinyanyikan. Bahkan usaha untuk menyusun atau mengarang lagu-lagu keagamaan
sebagai persembahan atau gitanjali
perlu digalakkan dikalangan seniman. Dharmagita sebagai strategi penyiaran untuk
menyampaikan dan memperdalam keyakinan beragama sangat efektif. Oleh karena itu
penyampaian materi ajaran dijalin demikian rupa dalam bentuk lagu/irama yang
indah dan menawan, mempesona pembaca dan pendengar-nya. Usaha untuk
melestarikan, mengembangkan dharma gita bertujuan untuk tetap menjaga dan
memelihara warisan budaya tradisional yang diabadikan kepada keagamaan.
Disamping itu melalui dharma gita diharapkan akan mampu memberikan sentuhan
rasa kesucian kekhidmatan serta kekhusukan dalam pelaksanaan kegiatan
keagamaan. Sumber materi untuk Dharma Gita diambil dari kitab-kitab suci agama
Hindu maupun sastra-sastra keagamaan lainnya yang dirangkaikan dalam bentuk
geguritan, kidung, kakwin, dan mamutru. Untuk pengembangan lebih jauh perlu
ditampilkan karya-karya baru yang berthemakan ajaran agama Hindu. Pengembangan
materi dalam kreasi baru ini perlu dilaksanakan dalam rangka memperkaya dan
menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Materi Dharma Gita diambil langsung
dari kitab suci serta sastra-sastra keagamaan umumnya mempergunakan bahsa
sansekerta maupun bahasa Jawa Kuno. Untuk mencapai sasaran/tujuannya perlu
diberikan terjemahan yang mempergunakan bahasa yang mudah, seperti bahasa Indonesia
atau bahasa daerah setempat. Demikian pula kreasi-kreasi Dharma Gita yang baru
tetap membawakan pesan dan thema keagamaan, pemakaian bahasa daerah tidaklah
merupakan hambatan bahkan justru sangat diharapkan untuk menumbuhkan rasa ikut
meiliki dan ikut bertanggung jawab.
Metode
penyiaran dengan dharma gita ini di Hindu sangat efektif, dalam agama Islam
Dharma Gita atau melantunkan kidung suci hampir mirip dengan kegiatan zikir,
hal ini tentu juga bertujuan meningkatkan pemahaman umat tentang ajaran agama
yang dikemas dengan budaya local, sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Umat
Hindu di Indonesia, dan secara khusus di Kep. Bangka Belitung, dalam pembinaan
kegiatan Dharma Gita ini di ayomi oleh sebuah lembaga yang memang diperuntukan
untuk itu, yaitu LPDG atau Lembaga Pengembangan Dharmagita, yang ketuanya
adalah Pembimas Hindu, dan ini juga bukan saja di bentuk di tingkat Provinsi,
akan tetapi juga di tingkat Kabupaten/ Kecamatan/ Desa dan Kelurahan.
Kalau
masing-masing umat lain memahami ini, maka kehidupan harmoni akan dapat
terwujud, di Kep. Bangka Belitung. Mari kita setiap saat dapat menyanyikan lagu
suci, nama-nama suci Tuhan setiap saat, sehingga jiwa kita tercerahi, sehingga
kita selalu di tuntun kearah jalan yang benar, dijauhkan dari jalan yang sesat.
(Om Asato Ma Sad Gamaya, Tamaso Ma Jyotir
Ga Ma Ya).
3.
Dharma Tula
Metode
Penyiaran lainnya adalah Dharma Tula, Kata tula berasal dari bahasa sansekerta
artinya perimbangan, keserupaan, dan bertimbang. Secara harpiah dharma tula
dapat diartikan dengan bertimbang, berdiskusi atau berembug atau temu wicara
tentang ajaran agama Hindu dan Dharma dan tentu pula bisa dilakukan antar umat
beragama untuk sebuah studi perbandingan Agama. Dalam pelaksanaan dharma Tula
ini member kesempatan kepada para peserta diskusi untuk menyampaikan apa yang
menjadi permasalahan dalam kehidupan beragamanya, Dharma Tula ini diadakan
secara mandiri melibatkan semua potensi terutama generasi muda, menampilkan
topik tertentu untuk kemudian dibahas bersama atau dalam kelompok yang ada.
Dharma Tula dimaksudkan sebagai metoda Penyiaran
guna pendalaman ajaran-ajaran agama Hindu melalui peningkatan peran serta yang
aktif dari semua peserta. Kegiatan dharma tula sesuai dengan tingkat umur remaja
dan dewasa. Oleh karena itu melalui methoda ini setiap peserta akan memperoleh
kesempatan mengemukankan pendapatnya atau sebaliknya menerima pendapat dari
orang lain yang akan menambah pengetahuannya dibidang agama Hindu dengan
dilandasi sikap tenggang rasa dan rasa dan kekeluargaan. Cara serupa ini sangat
cocok untuk pendidikan orang dewasa yang dikenal dengan sistem
"andragogi". Tujuan lebih jauh adalah dharma tula itu diharapkan
tumbuh dan berkembang persepsi baru tentang ajaran agama Hindu yang dikaitkan
dengan situasi dan kondisi, sehingga agama akan selalu dapat berperan
dikehidupan manusia disepanjang jamani. Materi dharma tula akan sangat baik
apabila dapat diambil diketengahkan dari jenis materi yang sesuai dengan
tingkat pemahaman serta permasalahan yang dihadapi oleh kelompok yang akan
membahasnya. Misalnya dalam kelompok remaja dapat diketengahkan materi ajaran
agama Hindu yang berkaitan dengan kehidupan dan permasalahan remaja
(kepemudaan). Dengan demikian metoda dharma tula akan dharapkan mencapai titik
kulminasi/sasaran. Sedangkan dalam pelaksanaannya dapat dikaitkan dengan
kegiatan menyambut/merayakan hari-hari raya keagamaan, seperti Saraswati,
Galungan, Kuningan, Siwaratri, Nyepi dan sebagainya. Untuk tidak terlalu banyak
menyita waktu dapat dilaksanakan setelah selesainya persembahyangan bersama
atau pada harihari libur yang khusus dimanfaatkan untuk itu.
Media
penyiaran yang akrab dengan metoda dharma tula ini akan semakin membuka wawasan
tentang agama, peserta dharma tula akan diajak untuk membuka cakra wala
berpikirnya, sehingga apa yang menjadi permasalahannya selama ini dapat
terjawab, tentu yang dapat memberiakan dharma tula ini adalah orang-orang yang
memahami tentang agama. Demikian halnya Dharma Tula ini, bukan saja untuk intrn
umat akan tetapi diskusi dalam lintas agama sangat baik untuk dilakukan,
sehingga antara tokoh agama yang satu, dengan yang lain saling memahami,
sehingga tidak terjadi lagi praduga yang negative terhadap agama lain, sehingga hidup harmoni, saling
berdampingan dapat diwujudkan.
4.
Dharma Santhi
Yang terakhir
adalah metoda Penyiaran dengan Dharma Santi, yaitu adalah suatu ajaran untuk
mewujudkan perdamaian diantara sesama umat manusia bahkan dengan antar umat
beragama yang lain. Acara Dharma Shanti ini dapat dilaksanakan sesuai dengan
keperluan situasi dan relevansinya dengan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.
Kegiatan Dharma Shanti bertujuan untuk saling maaf memaafkan dengan hati dan
pikiran yang suci serta ucapan yang tulus iklas. masing-masing pihak secara
sadar dan dengan segala keter-bukaan serta kejernihan hati menghapuskan
kekilafan dan kealpaan diantara sesama kita.
Metoda
penyiaran dengan bentuk Dharma Shanti selama ini di Kep. Bangka Belitung telah
dilakukan baik di tingkat Provinsi Kabupaten/Kota, Kecamatan, bahkan Desa/
Kleurahan, yang kegiatannya dilaksanakan menyambut Tahun Baru Shaka (hari Raya
Nyepi) pada bulan chaitra yang pelaksanaannya dilaksanakan setiap setahun
sekali, dengan mengundang berbagai eleman, seperti para Majelis masing-masing
agama, tokoh agama, pejabat pemerintah daerah, yang tentunya melibatkan seluruh
lapisan masyarakat Hindu. Kegiatan penyiaran dalam bentuk ini, sangat efektif
untuk dalam menjalin rasa kekeluargaan, kebersamaan menghargai fluralitas,
merangkai perbedaan untuk saling memahami antara pemeluk agama yang satu dengan
pemeluk agama yang lain.
NB: Diadopsi dari berbagai sumber
NB: Diadopsi dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar