Kamis, 27 Februari 2014

SAD DHARMA - Metode Penyiaran Badan Penyiaran Hindu Bangka Belitung

Sad Dharma merupakan enam dharma atau kewajiban umat Hindu yang terdiri dari :
  1. Dharma Wacana, ceramah agama.
  2. Dharma Tula, tanya jawab agama.
  3. Dharma Gita, nyanyian agama.
  4. Dharma Sadhana, merealisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Dharma Santi, pertemuan untuk saling memaafkan kesalahan masing-masing serta                               berjanji untuk tidak membuat  kesalahan lagi dikemudian hari.
  6. Dharma Yatra (bepergian/perjalanan agama).
Dalam ajaran Hindu strategi pembinaan umat oleh PHDI, dilakukan dengan menerapkan yang namanya Sad Dharma yaitu, yaitu enam strategi atau cara dalam meningkatkan sraddha (iman) dan bhakti (taqwa) kepada masyaraka Hindu, yang meliputi: Dharma Wacana (kotbah), Dharma Tula (Diskusi Agama), Dharma Gita (Zikir), Dharma Sadhana (Pengabdian yang tulus), Dharma Yatra (mengunjungi tempat Suci) dan Dharma Santhi (Saling memaafkan). Bagian Sad Dharma ini pula yang dikembangkan oleh para tokoh umat terlebih dalam melaksanakan penyiaran Agama. Penyiaran Agama khususnya di Bangka Belitung telah pula dilakukan. Adapun bagian Sad Dharma yang dikembangkan dalam bentuk penyiaran tersebut diuraikan di bawah ini dalam mewujudkan harmoni kehidupan yaitu:
1.        Dharma Wacana
Istilah Dharma Wacana dalam bahasa kesehariannya adalah ceramah atau kutnah, dimaksudkan sebagai metode penyiaran Agama Hindu yang diberikan secara umum kepada umat Hindu sesuai dengan sifat, tema, bentuk jenis kegiatan keagamaan berasarkan desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan). Dharma Wacana bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan untuk penghayatan dan pengamalan kedalam rohani umat serta mutu bhaktinya kepada Agama, masyarakat, bangsa dan negara dalam rangka peningkatan dharma agama dan dharma Negara. Materi Dharma Wacana disampaikan pada setiap kesempatan yang ada, pada dasarnya meliputi semua aspek ajaran agama Hindu yang dikaitkan dengan kehidupan. Dalam hal ini dapat diklasifikasikan ke dalam Sruti, Smerti, Purana, Itihasa dan Sang Sistha. Penyampaian materi disesuaikan dengan jenis kegiatan seperti kegiatan persembahyangan bersama hari purnama dan tilem, resepsi perkawinan, kegiatan pertemuan arisan dan sejenisnya dengan mengungkap beberapa sloka/ayat kitab suci yang relevan dengan thema dan jenis kegiatan itu.
            Metode penyiaran ini paling banyak dilakukan, disamping untuk kepentingan internal dalam meningkatkan sraddha dan bhakti umat Hindu, juga secara ekstrnal adalah untuk saling memahami tentang agama lain, sehingga tumbuh sikap toleransi dan terwujudnya kehidupan harmoni sesama umat. Kenyataan selama ini yang sering terjadi bahwasannya sifat exslusif ada dalam diri, yang hanya melihat kebenaran ada pada diri sendiri, dan tidak ada pada orang lain, demikian juga tentang keyakinan yang dianut, terkadang kita hanya mengatakan bahwa keyakinan kita yang paling baik dan paling benar, keyakinan orang lain itu salah atau keliru, sehingga sering terjadi pelecehan dan penistaan agama orang lain, baik yang secara sengaja maupun dilakukan secara halus. Kalau hal tersebut dilakukan tentu kehidupan harmoni tidak akan terjadi antar umat beragama. Hal ini tentulah sangat keliru, karena semua agama bersumber darin-Nya, goal sama, akan tetapi hanya kemasannya yang berbeda.
            Di Provinsi Kep. Bangka Belitung, majelis tertinggi Agama Hindu, telah melakukan kegiatan penyiaran ini, baik melalui TVRI Bangka, maupun TAM TV, disamping melaksanakan pembinaan secara door to door kepada lapisan umat Hindu yang ada di wilayah Kep. Bangka Belitung.
2.        Dharmagita
Dharma Gita artinya metode penyiaran dalam bentuk nyanyian keagamaan, secara tradisional telah dilaksanakan di Sulawesi Tenggara, bahkan pernah menjadi event kegiatan ini yaitu Utsawa Dharmagita X Tingkat Nasional tahun 2008. Kegiatan ini bagi masyarakat etnis Bali disebut makidung, makakawin, magaguritan, atau mamutru. Dalam usaha untuk mempelajari kitab-kitab suci seperti Veda, pembacaan-pembacaan Veda dapat dinyanyikan. Bahkan usaha untuk menyusun atau mengarang lagu-lagu keagamaan sebagai persembahan atau gitanjali perlu digalakkan dikalangan seniman. Dharmagita sebagai strategi penyiaran untuk menyampaikan dan memperdalam keyakinan beragama sangat efektif. Oleh karena itu penyampaian materi ajaran dijalin demikian rupa dalam bentuk lagu/irama yang indah dan menawan, mempesona pembaca dan pendengar-nya. Usaha untuk melestarikan, mengembangkan dharma gita bertujuan untuk tetap menjaga dan memelihara warisan budaya tradisional yang diabadikan kepada keagamaan. Disamping itu melalui dharma gita diharapkan akan mampu memberikan sentuhan rasa kesucian kekhidmatan serta kekhusukan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Sumber materi untuk Dharma Gita diambil dari kitab-kitab suci agama Hindu maupun sastra-sastra keagamaan lainnya yang dirangkaikan dalam bentuk geguritan, kidung, kakwin, dan mamutru. Untuk pengembangan lebih jauh perlu ditampilkan karya-karya baru yang berthemakan ajaran agama Hindu. Pengembangan materi dalam kreasi baru ini perlu dilaksanakan dalam rangka memperkaya dan menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Materi Dharma Gita diambil langsung dari kitab suci serta sastra-sastra keagamaan umumnya mempergunakan bahsa sansekerta maupun bahasa Jawa Kuno. Untuk mencapai sasaran/tujuannya perlu diberikan terjemahan yang mempergunakan bahasa yang mudah, seperti bahasa Indonesia atau bahasa daerah setempat. Demikian pula kreasi-kreasi Dharma Gita yang baru tetap membawakan pesan dan thema keagamaan, pemakaian bahasa daerah tidaklah merupakan hambatan bahkan justru sangat diharapkan untuk menumbuhkan rasa ikut meiliki dan ikut bertanggung jawab.
            Metode penyiaran dengan dharma gita ini di Hindu sangat efektif, dalam agama Islam Dharma Gita atau melantunkan kidung suci hampir mirip dengan kegiatan zikir, hal ini tentu juga bertujuan meningkatkan pemahaman umat tentang ajaran agama yang dikemas dengan budaya local, sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Umat Hindu di Indonesia, dan secara khusus di Kep. Bangka Belitung, dalam pembinaan kegiatan Dharma Gita ini di ayomi oleh sebuah lembaga yang memang diperuntukan untuk itu, yaitu LPDG atau Lembaga Pengembangan Dharmagita, yang ketuanya adalah Pembimas Hindu, dan ini juga bukan saja di bentuk di tingkat Provinsi, akan tetapi juga di tingkat Kabupaten/ Kecamatan/ Desa dan Kelurahan.
            Kalau masing-masing umat lain memahami ini, maka kehidupan harmoni akan dapat terwujud, di Kep. Bangka Belitung. Mari kita setiap saat dapat menyanyikan lagu suci, nama-nama suci Tuhan setiap saat, sehingga jiwa kita tercerahi, sehingga kita selalu di tuntun kearah jalan yang benar, dijauhkan dari jalan yang sesat. (Om Asato Ma Sad Gamaya, Tamaso Ma Jyotir Ga Ma Ya).
3.        Dharma Tula
Metode Penyiaran lainnya adalah Dharma Tula, Kata tula berasal dari bahasa sansekerta artinya perimbangan, keserupaan, dan bertimbang. Secara harpiah dharma tula dapat diartikan dengan bertimbang, berdiskusi atau berembug atau temu wicara tentang ajaran agama Hindu dan Dharma dan tentu pula bisa dilakukan antar umat beragama untuk sebuah studi perbandingan Agama. Dalam pelaksanaan dharma Tula ini member kesempatan kepada para peserta diskusi untuk menyampaikan apa yang menjadi permasalahan dalam kehidupan beragamanya, Dharma Tula ini diadakan secara mandiri melibatkan semua potensi terutama generasi muda, menampilkan topik tertentu untuk kemudian dibahas bersama atau dalam kelompok yang ada.
 Dharma Tula dimaksudkan sebagai metoda Penyiaran guna pendalaman ajaran-ajaran agama Hindu melalui peningkatan peran serta yang aktif dari semua peserta. Kegiatan dharma tula sesuai dengan tingkat umur remaja dan dewasa. Oleh karena itu melalui methoda ini setiap peserta akan memperoleh kesempatan mengemukankan pendapatnya atau sebaliknya menerima pendapat dari orang lain yang akan menambah pengetahuannya dibidang agama Hindu dengan dilandasi sikap tenggang rasa dan rasa dan kekeluargaan. Cara serupa ini sangat cocok untuk pendidikan orang dewasa yang dikenal dengan sistem "andragogi". Tujuan lebih jauh adalah dharma tula itu diharapkan tumbuh dan berkembang persepsi baru tentang ajaran agama Hindu yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi, sehingga agama akan selalu dapat berperan dikehidupan manusia disepanjang jamani. Materi dharma tula akan sangat baik apabila dapat diambil diketengahkan dari jenis materi yang sesuai dengan tingkat pemahaman serta permasalahan yang dihadapi oleh kelompok yang akan membahasnya. Misalnya dalam kelompok remaja dapat diketengahkan materi ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan kehidupan dan permasalahan remaja (kepemudaan). Dengan demikian metoda dharma tula akan dharapkan mencapai titik kulminasi/sasaran. Sedangkan dalam pelaksanaannya dapat dikaitkan dengan kegiatan menyambut/merayakan hari-hari raya keagamaan, seperti Saraswati, Galungan, Kuningan, Siwaratri, Nyepi dan sebagainya. Untuk tidak terlalu banyak menyita waktu dapat dilaksanakan setelah selesainya persembahyangan bersama atau pada harihari libur yang khusus dimanfaatkan untuk itu.
            Media penyiaran yang akrab dengan metoda dharma tula ini akan semakin membuka wawasan tentang agama, peserta dharma tula akan diajak untuk membuka cakra wala berpikirnya, sehingga apa yang menjadi permasalahannya selama ini dapat terjawab, tentu yang dapat memberiakan dharma tula ini adalah orang-orang yang memahami tentang agama. Demikian halnya Dharma Tula ini, bukan saja untuk intrn umat akan tetapi diskusi dalam lintas agama sangat baik untuk dilakukan, sehingga antara tokoh agama yang satu, dengan yang lain saling memahami, sehingga tidak terjadi lagi praduga yang negative terhadap agama  lain, sehingga hidup harmoni, saling berdampingan dapat diwujudkan.
4.             Dharma Santhi
Yang terakhir adalah metoda Penyiaran dengan Dharma Santi, yaitu adalah suatu ajaran untuk mewujudkan perdamaian diantara sesama umat manusia bahkan dengan antar umat beragama yang lain. Acara Dharma Shanti ini dapat dilaksanakan sesuai dengan keperluan situasi dan relevansinya dengan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Kegiatan Dharma Shanti bertujuan untuk saling maaf memaafkan dengan hati dan pikiran yang suci serta ucapan yang tulus iklas. masing-masing pihak secara sadar dan dengan segala keter-bukaan serta kejernihan hati menghapuskan kekilafan dan kealpaan diantara sesama kita.
Metoda penyiaran dengan bentuk Dharma Shanti selama ini di Kep. Bangka Belitung telah dilakukan baik di tingkat Provinsi Kabupaten/Kota, Kecamatan, bahkan Desa/ Kleurahan, yang kegiatannya dilaksanakan menyambut Tahun Baru Shaka (hari Raya Nyepi) pada bulan chaitra yang pelaksanaannya dilaksanakan setiap setahun sekali, dengan mengundang berbagai eleman, seperti para Majelis masing-masing agama, tokoh agama, pejabat pemerintah daerah, yang tentunya melibatkan seluruh lapisan masyarakat Hindu. Kegiatan penyiaran dalam bentuk ini, sangat efektif untuk dalam menjalin rasa kekeluargaan, kebersamaan menghargai fluralitas, merangkai perbedaan untuk saling memahami antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain.

NB: Diadopsi dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar